Minggu, 22 Januari 2012

Jaminan Sosial Bagi TKI

IMPLEMENTASI FUNGSI PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL OLEH BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

Keberadaan suatu negara dibangun bukan tanpa tujuan yang jelas. Kumpulan rakyat memberikan sebagian haknya kepada entitas bernama negara untuk diatur demi perwujudan tujuan bersama. Dalam Pembukaan UUD 1945 dituangkan tujuan negara Indonesia, yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.  Berkenaan dengan salah satu tujuan tersebut, yaitu memajukan kesejahteraan umum, maka negara melalui pemerintah memiliki kewajiban dalam menjamin penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga negaranya agar tercapai masyarakat adil dan makmur.
Kemudian didalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 disebutkan: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat” serta diatur juga dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, yakni UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di dalam Pasal 41 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh”.
Ketentuan mengenai jaminan sosial tidak hanya diatur secara nasional saja, hal ini diatur juga didalam Article 22 Universal Declaration of Human Rights 1948 yang menyebutkan “Everyone, as a member of a society, has the right to social security”. Selanjutnya, menururt ILO (International Labour Organization) jaminan sosial adalah jaminan yang dberikan kepada masyarakat melalui lembaga tertentu yang dapat membantu anggota masyarakat dalam menghadapi risiko yang mungkin dialaminya.
Dengan demikian, persoalan jaminan sosial tidak cukup hanya dengan mengaturnya didalam peraturan perundang-undangan, tetapi perlu juga diperhatikan implementasinya dalam realitas, terutama mengenai sistem jaminan sosial bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan TKI di luar negeri telah mampu menggerakkan sektor riil di pedesaan dengan mengirimkan devisa sedikitnya 7,1 miliar dollar AS (sekitar Rp. 71 triliun) pada tahun 2010.  Kemudian berdasarkan catatan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) terdapat sekitar 575.804 pengguna jasa TKI yang dikirimkan ke berbagai negara, misalnya Arab Saudi, Hongkong, Kuwait, Taiwan, Malaysia, Singapura. 
Pada kenyataannya pemerintah Indonesia belum menyiapkan program perlindungan yang benar-benar memadai. Masih banyak para TKI yang mengalami korban pelanggaran hak asasi manusia, seperti mendapatkan perlakuan yang tidak layak dan tidak manusiawi mulai dari tindak kekerasan, pelecehan seksual hingga ancaman kematian. Selanjutnya, menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sepanjang 2010 kasus penganiayaan yang menimpa TKI cukup tinggi, yakni sebanyak 3.835 di 18 negara-negara penempatan.  Selain Ruyati yang telah dihukum mati tanpa sepengetahuan pemerintah, sejumlah TKI lain juga tengah menanti hukuman mati serta mendapat perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, pemerintah harus berperan aktif dalam melindungi keberadaan TKI tersebut di negara-negara penempatan.
Selain itu, persoalan TKI ini berkenaan dengan belum adanya instrumen hukum yang secara rinci mengakomodasi sistem jaminan sosial TKI. Sehingga, diperlukan suatu peraturan yang mengatur ketentuan-ketentuan mengenai sistem jaminan sosial TKI. Peraturan yang akan dibentuk tentang sistem jaminan sosial TKI merujuk kepada peraturan perundang-undangan terkait yang telah ada, seperti diantaranya UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 Tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Didalam UU  No. 13 tahun 2003 telah diatur mengenai jaminan sosial bagi setiap pekerja/buruh dan keluarganya sebagaimana diatur dalam Pasal 99. Undang-undang ini sebagai pedoman bagi peraturan yang akan dibentuk dimana jaminan sosial ini merupakan hak bagi setiap pekerja/buruh, tidak terkecuali dengan TKI. Selanjutnya, UU No. 40 Tahun 2004 telah diatur mengenai jenis-jenis program jaminan sosial, yaitu kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian dalam Pasal 18. Program jaminan sosial ini diberikan kepada peserta yang telah membayar iuran. Peserta dalam hal ini adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Akan tetapi, undang-undang ini tidak mengatur program jaminan sosial bagi warga negara Indonesia yang bekerja diluar negeri sebagai TKI. Kemudian, UU No. 39 Tahun 2004 mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Menteri yang bergerak di bidang ketenagakerjaan dan BNP2TKI. Pemerintah bertugas memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan sebagaimana diatur dalam Pasal 7. Sedangkan, BNP2TKI berfungsi untuk memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan pemberangkatan sampai pemulangan sebagaimana diatur dalam Pasal 95. Akan tetapi, undang-undang ini tidak mengatur mengenai sistem jaminan sosial TKI serta badan yang akan bertugas untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial tersebut diatas. Selanjutnya, Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 telah mengatur mengenai BNP2TKI yang bertugas untuk melakukan penempatan, memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 3. Didalam Perpres ini belum diatur mengenai kewenangan untuk memberikan dan mengkoordinasikan program jaminan sosial bagi TKI.
Berdasarkan penelusuran peraturan perundang-undangan yang terkait, maka diperlukan pembentukan peraturan yang dapat mengatur dan mengakomodasi secara spesifik mengenai sistem jaminan sosial TKI. Didalam peraturan yang akan dibentuk ini diatur mengenai jenis-jenis program jaminan sosial bagi TKI, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja. Kedua program jaminan sosial ini penting untuk TKI karena sudah seharusnya para TKI dijamin perlindungannya secara memadai mengingat banyak kasus yang terjadi dimana para TKI diperlakukan tidak manusiawi dan tidak adil. Selain itu, didalam peraturan yang akan dibentuk ini juga diatur mengenai badan yang mengurusi program jaminan sosial. Badan yang dimaksud adalah BNP2TKI sebagaimana telah diatur sebelumnya mengenai badan ini didalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006. Akan tetapi, didalam peraturan perundang-undangan sebelumnya belum diatur mengenai kewenangan dari badan tersebut diatas berkenaan dengan sistem jaminan sosial. Oleh karena itu, didalam peraturan yang akan dibentuk, badan dalam hal ini BNP2TKI yang akan diberikan kewenangan untuk mengkoordinasikan dan menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi TKI. Kewenangan ini akan dilaksanakan oleh organ baru dari BNP2TKI yang dibentuk melalui peraturan ini, yakni Deputi Bidang Jaminan Sosial. Sistem jaminan sosial tersebut dimaksudkan untuk menjamin dan meningkatkan kesejahteraan para TKI karena TKI yang bekerja diluar negeri adalah aset berharga yang harus dipersiapkan dan dilindungi sebaik mungkin sejak pemberangkatan, selama bekerja dan berada diluar negeri hingga kembali ke negaranya, termasuk didalamnya pengaturan sistem jaminan sosial bagi TKI. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar